Selebtek.suara.com - Menghasilkan pangan sampai meja makan ialah proses amat kompleks yang harus dijalani petani. Sebagai pekerja tangguh di sektor pertanian, petani harus didukung untuk membentuk masa depan pertanian yang maju.
Di sisi lain, pemerintah dan pihak swasta berperan sangat penting untuk membantu petani mengatasi berbagai persoalan demi pertanian yang maju.
Hadir sejak 1960-an di Indonesia, Syngenta sebagai sektor swasta turut mendukung ketahanan pangan di Indonesia. Dukungan itu berupa inovasi teknologi perlindungan tanaman dan benih jagung untuk meningkatkan produktivitas dan mutu tanaman demi kebutuhan nasional dan pasar ekspor.
"Contohnya tanaman padi, saat ini rata-rata produktivitasnya 5,3 ton per hektare. Jika produktivtias dapat ditingkatkan 10% saja, hasil per hektare bisa mencapai 5,8 ton yang dapat berkontribusi terhadap PDB sebesar US$1,5 miliar," kata Presiden Direktur Syngenta Indonesia Kazim Hasnain dalam keterangan resminya, Rabu (15/3).
Baca Juga:Aib Nursyah Dibongkar Indah Permatasari: Gue Lihat Kejadian Itu, Terus Gue Memutuskan.....
"Ini mungkin terjadi karena penerapan praktik pertanian yang baik serta manajemen pengendalian hama dan penyakit yang tepat," lanjut Kazim dalam diskusi di Stasiun Riset dan Pengembangan Perlindungan Tanaman Syngenta, Cikampek, Jawa Barat.
Pada akhir 2022, Syngenta meluncurkan ekosistem pertanian baru bernama Centrigo untuk membantu meningkatkan keuntungan petani melalui pendekatan model bisnis dari hulu ke hilir.
"Ekosistem pertanian baru ini bukti upaya kami mengawali perubahan pertanian yang lebih maju di Indonesia," kata dia.
Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), Indonesia termasuk 10 besar negara penghasil jagung terbesar di dunia. Selain sebagai bahan pangan, permintaan jagung untuk pakan ternak meningkat tiap tahun.
"Saat ini Syngenta adalah pemimpin terdepan dalam pasar jagung di Indonesia. Ini sangat mendukung tujuan besar pemerintah yaitu pencapaian swasembada jagung berkelanjutan," jelas Fauzi Tubat, Seed Business Head Syngenta Indonesia.
Baca Juga:Hempaskan Syahrini, Crazy Rich Asians Ini Sekarang Pilih Luna Maya!
Inovasi pertanian dari hulu ke hilir jadi salah satu kunci mencapai keunggulan pasar dan peningkatan keuntungan bagi petani. Misalnya di hulu, peran riset dan pengembangan jagung Syngenta membantu akselerasi seleksi benih jagung.
Dengan menggunakan teknologi pemuliaan yang lebih maju, waktu untuk menghadirkan satu varietas benih hibrida baru menjadi lebih singkat, dari sebelumnya 6-8 tahun menjadi 3-4 tahun.
Di bagian hilir, kata Fauzi, pihaknya melakukan inovasi digitalisasi untuk menjangkau sekitar 7 juta petani jagung di Indonesia.
PeTani Apps adalah aplikasi yang dikembangkan Syngenta untuk memberi akses satu pintu bagi petani jagung.
Dalam hal ini, untuk memperoleh informasi budidaya jagung, termasuk solusi agronomi, prakiraan cuaca, jadwal tanam, rekomendasi produk, perhitungan keuntungan, hingga ketersediaan produk benih dari kios pertanian terdekat.
"Selain itu, pada 2023 kami juga merambah e-commerce untuk menjual produk benih jagung hibrida secara daring," tutur Fauzi.
Transformasi Pertanian Revolusi Era Hijau
Nanin Noorhajati, Crop Protection Development Head Syngenta Indonesia, menambahkan dalam mengembangkan produk perlindungan tanaman inovatif dan memberikan keuntungan petani, peranan riset dan penelitian tidak terpisahkan.
"Tim riset dan pengembangan kami bekerja keras memastikan aspek-aspek berkelanjutan harus selalu diintegrasi dalam pengembangan produk perlindungan tanaman berkualitas tinggi serta aman bagi petani dan lingkungan," urainya.
Teknologi-teknologi inovatif dan berkelanjutan yang baru saja dikembangkan adalah produk biologis dan biostimulan. Produk biologis dikembangkan dengan menggunakan agen hayati untuk mengurangi residu.
Adapun produk biostimulan berperan membantu tanaman menghadapi tekanan terhadap lingkungan dan mengefektifkan penyerapan unsur hara tanaman sehingga tidak perlu menggunakan pupuk berlebihan.
"Untuk mendukung pertanian presisi, kami kembangkan penggunaan drone yang meningkatkan efisiensi tenaga kerja, serta jangkauan luas dalam aplikasi produk perlindungan tanaman untuk pemeliharaan tanaman."
Dari segi keamanan bagi petani, baru-baru ini Syngenta mengembangkan inovasi alat semprot produk perlindungan tanaman yang disebut closed loop knapsack system (CLKS). Alat semprot ini mengadopsi konsep closed transfer system (CTS) yang digunakan petani di benua Amerika dan Eropa.
Menutup acara, Head of Business Sustainability Syngenta Midzon Johannis menyampaikan mewujudkan pertanian berkelanjutan merupakan misi dan tujuan besar yang harus terus diupayakan.
"Di antaranya, melalui inovasi guna meningkatkan produktivitas petani, memperhatikan keanekaragaman hayati, kesehatan tanah, iklim, keamanan petani, dan rantai nilai yang memastikan ketersediaan pangan."